Sabtu, 13 April 2013

Family





Pancasila Sebagai sistem filsafat


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan suatu sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dalam system-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Tuhan Yang Maha Esa dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, KeTuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.



B.     Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.      Apakah pengertian Pancasila sebagai suatu Sistem?
2.      Apa yang dimaksud Kesatuan Sila-Sila Pancasila ?
3.      Apa yang dimaksud Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat ?
4.      Apakah fungsi utama filsfat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia?

C.    Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pancasila
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3.      Untuk mengetahui pengertian filsafat dan filsafat Pancasila.
4.      Untuk mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat
5.      Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
D.    Manfaat
            Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah :
1.      Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui pengertian filsafat dan filsafat pancasila.
3.      Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
4.      Mahasiswa dapat mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.

B.     Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.       Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
 Susunan pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Dalam susunan hierarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial; sebaliknya KeTuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang, membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Korelasi antara negara dengan landasan sila-sila Pacasila merupakan korelasi dari sebab-akibat, dimana Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Maka dari itu, Ladasan sila-sila pancasila adalah Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai sebab sedangkan negara adalah sebagai akibat. Sehingga dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa sebagai sistem filsafat, landasan sila-sila dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat, dan ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk pyramid.
2.       Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
ü  Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ü  Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah meliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ü  Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
ü  Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah meliputi dan dijiwai sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, meliputi dan menjiawai sila-sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ü  Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
3.       Rumusan Hubungan Sila-Sila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi dan mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.
Pancasila terdiri dari lima sila yang kelimanya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri, kelima sila itu bersama-sama menyusun pengertian yang satu, bulat, dan utuh. Semua sila tersebut mengabdi pada tujuan bersama, yaitu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Hubungan antara sila-sila pancasila adalah sebagai berikut :
Sila I   :“Ketuhanan Yang Maha Esa” meliputi dan menjiwai sila II, III, IV, dan V. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua mahluk. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Sebagai sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai, mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila II  :“Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab” diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan menjiwai sila III, IV dan V. Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang mempunyai potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi inilah manusia menduduki martabat yang tinggi dengan akal budinya manusia menjadi berkebudayaan, dengan budi nuraninya manusia meyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang obyektif tidak subyektif apalagi sewenang-wenang. Beradab berasal dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan. Adab mengandung pengertian tata kesopanan kesusilaan atau moral. Jadi kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan.
Didalam sila kedua telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya.
Sila III  : “Persatuan Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, dan II, meliputi dan menjiwai sila IV dan V. Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah persatuan berarti bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Jadi persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu tidak terpecah belah oleh sebab apapun.
Sila IV              :“Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” diliputi dan dijiwai sila I, II, III, meliputi dan menjiwai sila V. Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia dalam suatu wilayah tertentu kerakyatan dalam hubungan dengan sila IV bahwa “kekuasaan yang tertinggi berada ditangan rakyat”. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat hingga mencapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedural) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui badan-badan perwakilan untk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah dengan pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.
Sila V  : “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan IV. Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidabg kehidupan, baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam diwilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan kebudayaan.
Sila Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila.
Setelah mengetahui hubungan antar sila-sila tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia. Setelah meyakini hal tersebut manusia akan bisa melaksanakan kewajibannya dan akan tercipta kemanusiaan yang sdil dal beradab. Dengan dilaksanakannya kemanusiaan yang adil dal beradab maka akan manusia akan saling menghargai dan menghormati, sehingga persatuan akan terwujud dan jadilah persatuan Indonesia. Setelah semua bersatu akan dipilih sosok pemimpin yang dapat menjalankan pemeintahan secara demokrasi. Sehingga dapat tercipta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan diman rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah dengan pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Setelah semua itu ada tercapailah tujuan akhir pancasila yaitu keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C.    Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan Pancasila sebagai filsafat adalah pancasila yang terdiri dari lima sila dijalankan sebagi suatu sistem yang selalu menjadi landasan, menjadi pandangan hidup, serta menjadi tolak ukur utama dalam berindak.  Filsafat Pancasila adalah bagaimana masyarakat Indonesia bertindak berdasarkan sila – sila pancasila dan menjauhkan diri dari segala hal hal yang tidak berakar pada pancasila.
Kesatuan sila–sila pancasila pada hakikatnya bukan hanya kesatuan yang bersifat formal, namun meliputi kesatuan Epistemologis, Ontologis dan aksiologis.
1.      Dasar Epistemologis Sila – sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan, pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam smesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hdup serta sebagai dasar bagi manusia menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Hal mendasar dalam epistemologis yaitu;
a.       Sumber pengetahuan manusia
b.      Teori kebenaran pengaetahuan manusia
c.       Watak pengetahuan Indonesia
2.      Dasar Ontologis Sila – sila Pancasila
Dasar Ontologis Pancasila adalah manusia, yang memilki hakikat mutlak monopluralis. Subyek pendukung pancasila adalah manusia itu sendiri. Sama halnya ketika kita memahami dari segi filsafat negara bahwa pancasila adalah dasar filsafat negara. Adapun pendukung pokok negara adalah rakyat, dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri. Dalam filsafat Pancasila tersirat bahwa dasar antropologis sila – sila pancasila adalah manusia.
3.      Dasar Aksiologis Sila – sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Dasar aksiologis pancasila adalah nilai – nilai yang digunakan manusia untuk mengukur hakikat pancasila. Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Nilai itu sendiri bergantung pada subyek yang memandang.
Keragaman sudut pandang manusia membedakan nilai–nilai yang disesuaikan dengan sudut pandang subyek.
Filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan adalah bagaimana manusia bertindak berdasarkan nilai – nilai pancasila. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, filsafat pancasila bertindak sebagai identitas nasional. Hal ini didasari realitas bahwa asala nilai – nilai pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri. Filsafat Pancasila merupakan dasar dari negara dan konstitusi (Undang –undang dasar Negara) Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa filsafat Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, memilki konsekuensi bahwa segala peraturan perundang –undangan dijabarkan dari nilai–nilai pancasila. Dengan kata lain, pancasila merupakan sumber hukum dasar Indonesia, sehingga seluruh hukum positif Indonesia diderivasikan atau dimunculkan dari nilai – nilai pancasila.
Pancasila menjadi dasar filosofi bagi seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk sebagai filosofi Geopolitik dan Geostrategi Indonesia. Filsafat Pancasila adalah sebuah pandangan hidup utama yang harus dijalani oleh setiap warga negara Indonesia.
D.    Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Dasar Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal ini dijelaskan sebagai berikut.
“Bahwa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adamah manusia (Notonegoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakekat dasar ontopologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologisme memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Korelasi antara negara dengan landasan sila-sila Pacasila merupakan korelasi dari sebab-akibat, dimana Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Maka dari itu, Ladasan sila-sila pancasila adalah Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai sebab sedangkan negara adalah sebagai akibat. Sehingga dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa sebagai sistem filsafat, landasan sila-sila dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat, dan ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk pyramid.


E.     Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya juga merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu system cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideology (Abdul Gani, 1998). Sebagai suatu ideology maka panasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
1.      Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2.      Pathos, yaitu penghayatannya
3.      Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)

Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat hakikatnya juga merupakan Sistem pengetahuan. Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari merupakan pedoman/ dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup, serta dasar dalam menyelesaikan masalah. Pancasila menjadi sistem cita-cita atau keyakinan yang telah menyangkut praktek, Karena telah dijadikan pedoman cara hidup manusia, sehingga berubah menjadi Ideologi. Dasar epistemologi Pancasila hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Manusia adalah basis ontologis Pancasila, oleh karena itu mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat Manusia.
Dalam Epistemologi terdapat 3 persoalan mendasar :
1.      Tentang sumber pengetahuan manusia
2.      Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
3.      Watak pengetahuan manusia.
Pancasila sebagai objek pengetahuan hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, digali dan dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan, & nilai religius, maka antara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dengan Pancasila sebagai sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yg bersifat korespondensif.
Dalam epistimologi pancasila terdapat prinsip-prinsip, yaitu :
1.      Prinsip manusia adalah subyek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri(subyek), eksistensi dunia/lingkungan (obyek).
2.      Proses terbentuknya pengetahuan manusia adalah hasil kerjasama atau produk hubungan funsional subyek dengan lingkungannya. Jadi potensi dasar dengan factor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan.
3.      Sumber pengetahuan sebenarnya adalah alam semesta baik wujud alam (realitas) maupun sifat dan hukum dan hukum yamg inherent didalamnya (hukum alam).
4.      Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (sekolah formal, pendidikan pada umumnya).
5.      Pengetahuan manusia, baik jenis maupun tingkatannya dapat dibedakan secara berjenjang sebagai berikut :
ü  Tingkat pengetahuan indera (umum)
ü  Tingkat pengetahuan ilmiah
ü  Tingkat pengetahuan filosofis
ü  Tingkat pengetahuan religious.
F.     Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori. Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat terga ntung pada titik tolak dan sudut ppandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarki nilai.
Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam kelompok yaitu:
1.      Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2.      Nilai-nilai kejasmanian, membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan
3.      Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggan yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan
4.      Nilai-nilai sosial, berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia
5.      Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan keporibadian dan sosial yang diinginkan
6.      Nilai-nilai estetis, nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni
7.      Nilai-nilai intelektual, nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran
8.      Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
ü  Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
ü  Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
ü  Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Dengan kata lain Aksiologis adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value).
Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, niai timbul karena manusia mempunyai bahasa, maka dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan, jadi masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai.
Sesuatu bisa dibilang mempunyai nilai jika :
1.      Berguna (nilai guna)
2.      Benar (nilai kebenaran atau logis)
3.      Mempunyai nilai moral, etis, dan religious.
Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila tergolong nilai kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis, dimana sila pertama sebagai basisnya sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo diharjo).
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
a.       Tingkah laku moral, yang berwujud etika
b.      Ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan
c.       Sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.      Kesatuan sila–sila pancasila pada hakikatnya bukan hanya kesatuan yang bersifat formal, namun meliputi kesatuan Epistemologis, Ontologis dan aksiologis.
3.      Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a.       Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
b.      Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
c.       Pancasila sebagai sumber hukum dasar bangsa Indonesia.
B.     Saran
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.






































DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Sumedang: STKIP Sebelas April
Press.  
Hamid Darmadi. (2010). Pendidikan Pancasila, Konsep Dasar dan Implementasi,
Alfabeta; Bandung. 144-163
Rukiyati,dkk. 2008.Pendidikan Pancasila, Buku Pegangan Kuliah.Yogyakarta: UNY Press