BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pancasila
yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila
sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai kenyataan
yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas
dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif
yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu system
filsafat bersifat khas dan berbeda dalam system-sistem filsafat yang lain. Hal
ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara obyektif. Dan untuk
mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu mengkaji
nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.
Sebagai falsafah negara, tentu
Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar
dari Tuhan Yang Maha Esa dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan
berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia
sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan
Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, KeTuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat
bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof.
Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti
dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu
pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi,
dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah
negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan
oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap
meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
B.
Perumusan
Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh
hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.
Apakah
pengertian Pancasila sebagai suatu Sistem?
2.
Apa
yang dimaksud Kesatuan Sila-Sila Pancasila ?
3.
Apa
yang dimaksud Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat ?
4.
Apakah
fungsi utama filsfat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
antara lain:
1.
Untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pancasila
2.
Untuk
menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3.
Untuk
mengetahui pengertian filsafat dan filsafat Pancasila.
4.
Untuk
mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat
5.
Untuk
mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
D.
Manfaat
Manfaat
yang didapat dari makalah ini adalah :
1.
Mahasiswa
dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui pengertian filsafat dan filsafat pancasila.
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara
Indonesia.
4.
Mahasiswa
dapat mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila Sebagai Suatu
Sistem
Pancasila
yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kesatuan
sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.
B. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.
Susunan
Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila
adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Dalam susunan hierarkis dan
piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari kemanusiaan,
persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial; sebaliknya KeTuhanan Yang
Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang, membangun, memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial
demikian selanjutnya sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila
lainnya.
Sifat hirarkis
dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama
Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila
pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila
ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila
pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima
didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Dengan demikian
susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya.
Dasar ontologis
Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Bahwa yang
Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia.
Sedangkan
manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani
dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Korelasi antara
negara dengan landasan sila-sila Pacasila merupakan korelasi dari sebab-akibat,
dimana Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, kesatuan,
rakyat dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Maka dari itu, Ladasan
sila-sila pancasila adalah Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai
sebab sedangkan negara adalah sebagai akibat. Sehingga dapat kita tarik suatu
kesimpulan bahwa sebagai sistem filsafat, landasan sila-sila dalam hal isinya
menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat, dan ditinjau dari keluasannya
memiliki bentuk pyramid.
2. Rumusan Pancasila yang Bersifat
Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
ü Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ü Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah meliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan
menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
ü Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi
dan dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan yang adil dan
beradab, meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
ü Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah meliputi dan
dijiwai sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, meliputi dan menjiawai sila-sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
ü Sila kelima:
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia adalah diliputi oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
3. Rumusan Hubungan Sila-Sila yang
Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila
Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling
mengisi dan mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis piramidal tadi.
Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya,
dikualifikasi oleh empat sila lainnya.
Pancasila
terdiri dari lima sila yang kelimanya merupakan satu kesatuan yang bulat dan
utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri, kelima sila itu
bersama-sama menyusun pengertian yang satu, bulat, dan utuh. Semua sila
tersebut mengabdi pada tujuan bersama, yaitu tujuan nasional bangsa Indonesia
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Hubungan antara sila-sila pancasila
adalah sebagai berikut :
Sila I :“Ketuhanan Yang Maha Esa”
meliputi dan menjiwai sila II, III, IV, dan V. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan,
ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua mahluk. Keyakinan adanya Tuhan
yang maha Esa itu bukanlah suatu kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar
pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui
kaidah-kaidah logika.
Atas
keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama
sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Sebagai sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok
kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai, mendasari serta membimbing perwujudan
kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah
membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila
II :“Kemanusiaan
yang Adil Dan Beradab” diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan menjiwai
sila III, IV dan V. Kemanusiaan
berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang mempunyai potensi pikir,
rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi inilah manusia menduduki martabat yang
tinggi dengan akal budinya manusia menjadi berkebudayaan, dengan budi nuraninya
manusia meyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti bahwa suatu
keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang obyektif tidak
subyektif apalagi sewenang-wenang. Beradab berasal dari kata adab, yang berarti
budaya. Mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu
berdasarkan nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan. Adab mengandung
pengertian tata kesopanan kesusilaan atau moral. Jadi kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan
hewan.
Didalam
sila kedua telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap yang adil dan
beradab memenuhi seluruh hakekat mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan
dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab bagi
bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat
manusia sebagai ciptaa-Nya.
Sila
III : “Persatuan Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, dan II, meliputi
dan menjiwai sila IV dan V. Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak
terpecah belah persatuan berarti bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Jadi persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu
karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah Negara yang
merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam
kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Persatuan
Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa,
sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang
padu tidak terpecah belah oleh sebab apapun.
Sila
IV :“Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”
diliputi dan dijiwai sila I, II, III, meliputi dan menjiwai sila V. Kerakyatan berasal dari kata rakyat,
yang berarti sekelompok manusia dalam suatu wilayah tertentu kerakyatan dalam
hubungan dengan sila IV bahwa “kekuasaan yang tertinggi berada ditangan
rakyat”. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat
dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan
adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat hingga mencapai keputusan
yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mupakat. Perwakilan adalah suatu
sistem dalam arti tata cara (prosedural) mengusahakan turut sertanya rakyat
mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui badan-badan perwakilan untk
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jadi
sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem
perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah dengan pikiran
yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun
kepada rakyat yang diwakilinya.
Sila
V : “Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, II, III,
dan IV. Keadilan
sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidabg
kehidupan, baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam diwilayah
kekuasaan Republik Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di luar
negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan
yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan kebudayaan.
Sila
Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata
masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila.
Setelah
mengetahui hubungan antar sila-sila tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ketuhanan
yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia. Setelah meyakini
hal tersebut manusia akan bisa melaksanakan kewajibannya dan akan tercipta
kemanusiaan yang sdil dal beradab. Dengan dilaksanakannya kemanusiaan yang adil
dal beradab maka akan manusia akan saling menghargai dan menghormati, sehingga
persatuan akan terwujud dan jadilah persatuan Indonesia. Setelah semua bersatu
akan dipilih sosok pemimpin yang dapat menjalankan pemeintahan secara
demokrasi. Sehingga dapat tercipta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan diman rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan
dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah dengan pikiran yang
sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun kepada
rakyat yang diwakilinya. Setelah semua itu ada tercapailah tujuan akhir
pancasila yaitu keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan
Pancasila sebagai filsafat adalah pancasila yang terdiri dari lima sila dijalankan
sebagi suatu sistem yang selalu menjadi landasan, menjadi pandangan hidup,
serta menjadi tolak ukur utama dalam berindak. Filsafat Pancasila adalah
bagaimana masyarakat Indonesia bertindak berdasarkan sila – sila pancasila dan
menjauhkan diri dari segala hal hal yang tidak berakar pada pancasila.
Kesatuan sila–sila
pancasila pada hakikatnya bukan hanya kesatuan yang bersifat formal, namun
meliputi kesatuan Epistemologis, Ontologis dan aksiologis.
1. Dasar
Epistemologis Sila – sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya
adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan, pancasila merupakan pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam smesta, manusia,
masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hdup serta sebagai dasar bagi
manusia menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Hal mendasar
dalam epistemologis yaitu;
a.
Sumber pengetahuan manusia
b.
Teori kebenaran pengaetahuan manusia
c.
Watak pengetahuan Indonesia
2. Dasar Ontologis
Sila – sila Pancasila
Dasar Ontologis
Pancasila adalah manusia, yang memilki hakikat mutlak monopluralis. Subyek pendukung pancasila adalah manusia itu
sendiri. Sama halnya ketika kita memahami dari segi filsafat negara bahwa
pancasila adalah dasar filsafat negara. Adapun pendukung pokok negara adalah
rakyat, dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri. Dalam filsafat Pancasila
tersirat bahwa dasar antropologis
sila – sila pancasila adalah manusia.
3. Dasar
Aksiologis Sila – sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya
nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi
adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik.
Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan
metafisika suatu nilai.
Dasar aksiologis
pancasila adalah nilai – nilai yang digunakan manusia untuk mengukur hakikat
pancasila. Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila dilihat dari berbagai
macam sudut pandang. Nilai itu sendiri bergantung pada subyek yang memandang.
Keragaman sudut
pandang manusia membedakan nilai–nilai yang disesuaikan dengan sudut pandang
subyek.
Filsafat Pancasila
sebagai dasar kehidupan adalah bagaimana manusia bertindak berdasarkan nilai –
nilai pancasila. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, filsafat pancasila
bertindak sebagai identitas nasional. Hal ini didasari realitas bahwa asala nilai – nilai pancasila adalah bangsa
Indonesia itu sendiri. Filsafat
Pancasila merupakan dasar dari negara dan konstitusi (Undang –undang dasar
Negara) Indonesia.
Sebagaimana
diketahui bahwa filsafat Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia,
memilki konsekuensi bahwa segala peraturan perundang –undangan dijabarkan dari
nilai–nilai pancasila. Dengan kata lain, pancasila merupakan sumber hukum dasar
Indonesia, sehingga seluruh hukum positif Indonesia diderivasikan atau
dimunculkan dari nilai – nilai pancasila.
Pancasila menjadi
dasar filosofi bagi seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk sebagai
filosofi Geopolitik dan Geostrategi Indonesia. Filsafat Pancasila adalah sebuah
pandangan hidup utama yang harus dijalani oleh setiap warga negara Indonesia.
D.
Dasar
Ontologis Sila-Sila Pancasila
Dasar
Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki hakekat mutlak.
Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal ini dijelaskan
sebagai berikut.
“Bahwa
yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah permusyawaratan/perwakilan,
serta yang berkeadilan social adamah manusia (Notonegoro, 1975:23). Demikian
juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara, adapun pendukung pokok
Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga
tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakekat dasar ontopologis
sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologisme memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk
social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka
secara hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai
keempat sila-sila pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
Dasar ontologis Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis,
atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan
sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila
secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan
kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Korelasi antara negara dengan landasan sila-sila Pacasila
merupakan korelasi dari sebab-akibat, dimana Negara sebagai pendukung hubungan,
sedangkan Tuhan, manusia, kesatuan, rakyat dan adil sebagai pokok pangkal
hubungan. Maka dari itu, Ladasan sila-sila pancasila adalah Tuhan, manusia,
kesatuan, rakyat dan adil sebagai sebab sedangkan negara adalah sebagai akibat.
Sehingga dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa sebagai sistem filsafat,
landasan sila-sila dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yang
bertingkat, dan ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk pyramid.
E.
Dasar Epistemologis Sila-Sila
Pancasila
Dasar
epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya juga
merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila
merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu
system cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena
dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma
menjadi ideology (Abdul Gani, 1998). Sebagai suatu ideology maka panasila
memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya
yaitu :
1.
Logos,
yaitu rasionalitas atau penalarannya
2.
Pathos,
yaitu penghayatannya
3.
Ethos,
yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai
suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat
hakikatnya juga merupakan Sistem pengetahuan. Pancasila di dalam
kehidupan sehari-hari merupakan pedoman/ dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara
tentang makna hidup, serta dasar dalam menyelesaikan masalah. Pancasila menjadi
sistem cita-cita atau keyakinan yang telah menyangkut praktek, Karena telah
dijadikan pedoman cara hidup manusia, sehingga berubah menjadi Ideologi. Dasar epistemologi Pancasila hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Manusia adalah basis ontologis Pancasila,
oleh karena itu mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu
bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat Manusia.
Dalam Epistemologi terdapat 3 persoalan
mendasar :
1.
Tentang sumber pengetahuan manusia
2.
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
3.
Watak pengetahuan manusia.
Pancasila sebagai objek pengetahuan
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan
Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri, digali dan dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia dalam mendirikan negara. Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila
adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan, &
nilai religius, maka antara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila
Pancasila dengan Pancasila sebagai sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yg
bersifat korespondensif.
Dalam
epistimologi pancasila terdapat prinsip-prinsip, yaitu :
1. Prinsip
manusia adalah subyek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas
eksistensi diri(subyek), eksistensi dunia/lingkungan (obyek).
2. Proses
terbentuknya pengetahuan manusia adalah hasil kerjasama atau produk hubungan
funsional subyek dengan lingkungannya. Jadi potensi dasar dengan factor kondisi
lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan.
3. Sumber
pengetahuan sebenarnya adalah alam semesta baik wujud alam (realitas) maupun
sifat dan hukum dan hukum yamg inherent didalamnya (hukum alam).
4. Proses
pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (sekolah formal, pendidikan
pada umumnya).
5. Pengetahuan
manusia, baik jenis maupun tingkatannya dapat dibedakan secara berjenjang
sebagai berikut :
ü Tingkat
pengetahuan indera (umum)
ü Tingkat
pengetahuan ilmiah
ü Tingkat
pengetahuan filosofis
ü Tingkat
pengetahuan religious.
F.
Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Aksiologi mempunyai arti nilai,
manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori. Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek
budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari
memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani
jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang
menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat
nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang
bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah.
Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun
alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati
nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta
keyakinan manusia.
Terdapat berbagai macam pandangan
tentang nilai dan hal ini sangat terga ntung pada titik tolak dan sudut
ppandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarki
nilai.
Walter G. Everet
menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam kelompok yaitu:
1.
Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar
dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2.
Nilai-nilai kejasmanian, membantu pada
kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan
3.
Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan
waktu senggan yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan
4.
Nilai-nilai sosial, berasal mula dari pelbagai
bentuk perserikatan manusia
5.
Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan
keporibadian dan sosial yang diinginkan
6.
Nilai-nilai estetis, nilai-nilai keindahan dalam
alam dan karya seni
7.
Nilai-nilai intelektual, nilai-nilai pengetahuan
dan pengajaran kebenaran
8.
Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai
menjadi tiga yaitu:
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada
tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
ü Nilai
dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
ü Nilai
instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
ü Nilai
praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai
etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental
dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan
bernegara.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu
sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah
hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Dengan
kata lain Aksiologis adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai
(value).
Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya,
niai timbul karena manusia mempunyai bahasa, maka dengan demikian menjadi
mungkin adanya saling hubungan seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan,
jadi masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai.
Sesuatu bisa
dibilang mempunyai nilai jika :
1. Berguna
(nilai guna)
2. Benar
(nilai kebenaran atau logis)
3. Mempunyai
nilai moral, etis, dan religious.
Sila-sila
pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar
aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada
hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu
bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai
pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang
mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila
tergolong nilai kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara
lengkap dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
keindahan, atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral ataupun nilai kesucian
yang secara keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis, dimana sila pertama
sebagai basisnya sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo diharjo).
Aksiologi mempunyai arti nilai,
manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
a.
Tingkah laku moral, yang berwujud etika
b.
Ekspresi etika, yang berwujud estetika
atau seni dan keindahan
c.
Sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk
subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat
material saja tetapi juga
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah
memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Filsafat
Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan,
norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.
Kesatuan sila–sila pancasila pada
hakikatnya bukan hanya kesatuan yang bersifat formal, namun meliputi kesatuan
Epistemologis, Ontologis dan aksiologis.
3.
Fungsi
utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a.
Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia
b.
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
c.
Pancasila
sebagai sumber hukum dasar bangsa Indonesia.
B. Saran
Warganegara
Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia
Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau
mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa
falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga
kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Press.
Hamid Darmadi. (2010). Pendidikan Pancasila, Konsep
Dasar dan Implementasi,
Alfabeta; Bandung.
144-163
Rukiyati,dkk. 2008.Pendidikan Pancasila, Buku
Pegangan Kuliah.Yogyakarta: UNY Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar