REFORMASI
POLITIK
Masa
Orde Baru
A.
Latar Belakang
Jatuh/Berakhirnya Orde Baru
Banyak hal yang mendorong timbulnya
reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Setelah Orde
Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal
ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde
Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru.
1.
Krisis politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya
akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di
tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa.
Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan
rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jure
(secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai
wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak
percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah
yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR
yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi
sumber ketidakadilan, di antaranya :
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas
dan Wewenang DPR/ MPR
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya.
UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap
telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi
oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya
gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja,
tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat,
maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan
bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat
pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh
pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang
pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum
tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan
etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus
kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan
Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan
terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR
tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para
mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan
Soeharto sebagai Presiden.
Pemerintah orde baru, meskipun mampu mengangkat
Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam
membina kehidupan politik yang demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah
bersikap otoriter, tertutup, dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik sangat
mudah dituduh sebagai anti-pemerintah, menghina kepala negara, anti-Pancasila,
dan subversive. Akibatnya, kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis
tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu
diperalat oleh pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta
merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat
pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996,
ketidakpuasan masyarakat terhadap orde baru mulai terbuka. Muncul tokoh vokal
Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian
masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan orde baru.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5
paket UU politik adalah masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada
saat itu. Apalagi setelah Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003,
suara menentangnya makin meluas dimana-mana.
Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika
berhasil menduduki gedung MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar
biasa dari para mahasiswa, tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan
diganti oleh wakilnya BJ Habibie.
2.
Krisis ekonomi
Krisis moneter yang menimpa dunia dan Asia Tenggara
telah merembet ke Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis
tersebut. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika terus menurun.
Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan ditutup,
sehingga banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah. Selain
itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta
mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan
bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi
manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban
keuangan yang semakin besar. Selain itu, kepercayaan dunia internasional
semakin berkurang sejalan dengan banyaknya perusahaan swasta yang tak mampu
membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Untuk mengatasinya,
pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang swasta yang
telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat ketika
pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan.
Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi
kebutuhan hidup.
3.
Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori
oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
4.
Krisis sosial
Krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis
dalam bidang sosial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta
krisis ekonomi yang ada mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat.
Misalnya: perkelahian antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan
sosial di Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi
dan Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo.
Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14,
dan 15 Mei 1998, perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu
karena banyak swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa.
Hal tersebut menyebabkan angka pengangguran membengkak. Beban masyarakat
semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan berakhirnya krisis
tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut
membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk
melakukan tindakan anarkis.
5.
Krisi Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah
gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan
pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998
di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah
menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti
yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas
dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang
dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari
masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan
para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka
memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan
tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden
mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet,
segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai
Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan
Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21
Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai
Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil
Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh
Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
B.
Perkembangan Politik Dan Ekonomi
Pada Masa Reformasi
1.
Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan
tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara
hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan
suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan dari reformasi itu
tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan
waktu. Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan
masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang
terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi
politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat
menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil
menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena
itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa
agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut :
Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
Amandemen UUD 1945
Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
Otonomi daerah yang seluas-luasnya
Supremasi hukum
Pemerintahan yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme).
2.
Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui
Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia,
serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun pada saat itu
semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah
sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang
keprihatinan rakyat.
Mamasuki bulan Mei 1998, para
mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demostrasi dan aksi
keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi
unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat
keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan
ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya
berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi
peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun
utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku
Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari maklumat itu adalah menganjurkan
kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden
Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya
membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun
mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul
10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti meletakkan jabatannya
sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung.
Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi
presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para
anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J.
Habibie sebagai presiden yang ke-3.
C.
Dampak
Reformasi Bagi Rakyat Indonesia
Pemerintahan
orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan keterbukaan tidak
diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti
Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah
sosial, ekonomi dan agama.
Rakyat sulit
membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau pimpinan partai
politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan
tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya.
Banyak kasus
muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas pada
teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi pengelolaan wilayah
pengairan.
Pemerintah
tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya:
munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum
milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat
berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah). Peranan militer di
dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak 2004, wakil militer di
MPR/DPR dihapus).
terima kasih atas artikel anda pak, membantu sekali untuk mengetahui tentang reformasi
BalasHapus