BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
umumnya para Mahasiswa banyak mengalami masalah cara belajar, disamping
masalah-masalah lain yang menyangkut keadaan jasmani, keadaan keuangan dan
sebagainya.
Kita
mengetahui bahwa belajar di Perguruan Tinggi adalah suatu usaha yang berat.
Ilmu yang diterima dari meja kuliah atau hasil penelitian tidak mungkin
dimiliki dengan usaha yang ringan dan singkat. Karena itu Mahasiswa harus
mengatur waktu dengan baik untuk belajar, harus mengikuti kuliah secara tertib,
membaca buku pengetahuan, dan lain-lain.
Pendeknya
Mahasiswa mencurahkan pikiran, perhatian dan keuletan bertahun-tahun apabila
ingin menjadi sarjana yang baik. Banyak mahasiswa telah belajar giat, tetapi
usaha itu tidak memberikan hasil yang diharapkan. Sebab bekerja keras saja
belum tentu menjamin seseorang akan lulus dalam ujian. Disamping bekerja giat
dan tekun diperlukan pula teknik belajar yang baik. Teknik belajar yang baik
inilah yang harus dikenal, difahami dan dipraktekkan oleh setiap Mahasiswa agar
studinya berhasil. Tanpa teknik belajar yang baik sulitlah bagi seorang
Mahasiswa untuk mengikuti kuliah dengan baik dan sukses. Baik pelajar maupun
Mahasiswa usaha belajar harus dlakukan dengan sungguh-sungguh, tidak boleh
bermalas-malasan, melainkan harus rajin dan tekun terus-menerus.
Oleh
karena itu, berdasarkan uraian latar belakang diatas, untuk membantu para
Mahasiswa dalam belajar, Penulis tertarik untuk menulis sebuah makalah yang
penulis beri judul “Hubungan Psikologi Sosial Dengan Situasi Belajar mengajar”. Dibawah ini akan penulis
sampaikan pembahasannya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan belajar ?
2.
Apakah masalah-masalah yang dialami para mahasiswa mengenai cara
belajar ?
3.
Apakah factor-faktor kesulitan dalam belajar ?
4.
Bagaimanakah cara-cara belajar yang baik ?
5. Apa saja pedoman umum untuk belajar ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Agar kita mengetahui pengertian belajar,
alat perlengkapan belajar serta persiapan-persiapan dalam belajar.
2. Agar kita mengetahui masalah-masalah
yang dialami Mahasiswa.
3. Agar kita mengetahui factor-faktor
kesulitan dalam belajar.
4. Agar kita mengetahui cara-cara belajar
yang baik.
5. Agar kita mengetahui pedoman umum
untuk belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BELAJAR
Suatu
pendapat mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan fisik atau badaniyah. hasil
yang dicapai adalah serupa perubahan-perubahan dalam fisik itu, misalnya :
dapat berlari, mengendarai mobil dan sebagainya.
Sebaliknya
pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan rohaniah. Hasil belajar
yang dicapai adalah perubahan-perubahan dalam jiwa seperti memperoleh
pengertian tentang bahasa dan sebagainya.
Ahli Pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut : Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Ahli Pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut : Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Dari
definisi diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Belajar adalah proses
perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi
perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah
berlangsung proses belajar.
1.
Teori-teori Tentang Proses Belajar
Untuk mengetahui teori-teori belajar yang dikemukakan
para ahli psikologi, akan dikemukakan dalam pembahasan berikut :
a.
Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Teori ini
mengemukakan bahwa jiwa manusia mempunyai daya. Daya-daya ini adalah kekuatan
yang tersedia dan manusia hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara
melatihnya. Daya-daya itu misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berfikir
dan sebagainya.
Pengaruh
teori ini dalam belajar adalah ilmu pengetahuan yang bersifat hafalan-hafalan
belaka dan penguasaannya biasanya jauh dari pengertian. Oleh karena itu, para
ahli ilmu jiwa daya menyatakan bahwa bila ingin berhasil dalam belajar,
latihlah semua daya yang ada didalam diri.
b.
Teori Belajar Menurut Ilmu
Jiwa Asosiasi
Teori ini
disebut juga sarbond. Sarbond Singkatan dari Stimulus (rangsangan), Respons
(tanggapan) dan Bond (dihubungkan). Rangsangan diciptakan untuk memunculkan
tanggapan kemudian keduanya dihubungkan.
Teori
asosiasi ini berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari
penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya.
Dari aliran
ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal, yaitu teori Konektionisme
dan teori Conditioning, yaitu ;
1)
Teori Konektionisme
Menurut teori
belajar adalah asosiasi antara kesan panca indra dengan implus untuk bertindak.
Asosiasi dinamakan korektion sama maknanya dengan bertindak. Asosiasi dinamakan
korektion dan respons, antara aksi dan reaksi dan antara keduanya terjadi suatu
hubungan yang erat bila sering dilatih.
Proses
belajar menurut teori ini melalui proses trial and error (mencoba-coba dan
mengalami kegagalan) dan law of effect, yaitu segala tingkah laku yang
berakibat suatu keadaan yang memuskan akan diingat dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya.
2)
Teori
Conditioning
a)
Teori
Classical Conditioning (Pavlov dan Watson), menurut teori
ini belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Dan untuk menjadikan seseoang itu
belajar haruslah memberikan syarat-syarat tertentu dan adanya latihan-latihan
yang kontinu.
b)
Teori contidioning (Guthrie), Guthrie mengemukakan bahwa tingkah
laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan
tingkah laku yang terdiri dari unit-unit yang merupakan respon dari stimulus
sebelumnya dan unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan
respon bagi unit tingkah laku berikutnya. Sehingga pada proses conditioning ini
pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit satu sama lain yang berurutan
dan berkali-kali/berulang-ulang yang memperkuat asosiasi antar unit tingkah
laku.
c)
Teori
Systematic Behavior (Hull), Chark C.Hull
mengemukakan bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong oleh motif, tujuan,
maksud, aspirasi, ambisi harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum
suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu.
Dan dua hal yang penting dalam proses belajar ialah
adanya motivasi intensif dan pengurangan stimulus pendorong.
c.
Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa
Gestalt
Teori ini
berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian, sebab
keberadaan bagian-bagian itu didahului oleh keseluruhan. Hal yang terpenting
menurut teori ini adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan respons atau
tanggapan yang tepat. Adapun prinsip-prinsip teori gestalt adalah :
1) Belajar
berdasarkan keseluruhan
2) Belajar
adalah suatu proses perkembangan
3) Anak didik
sebagai organisme keseluruhan
4) Terjadi
transfer
5) Belajar
adalah reorganisme keseluruhan
6) Belajar
harus dengan instight
7) Belajar
lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan.
2.
Beberapa Prinsip Belajar
Tentu
saja kita menginginkan agar perubahan yang terjadi dalam diri kita adalah
perubahan yang berebcana dan bertujuan. Kita belajar dengan suatu tujuan yang
lebih dulu kita tetapkan. Beberapa Prinsip Belajar adalah
sebagai berikut :
1. Belajar harus bertujuan dan terarah
2. Belajar memerlukan bimbingan
3. Belajar memerlukan pemahaman atas
hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
4. Belajar memerlukan latihan dan
ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai.
5. Belajar adalah suatu proses aktif
dimana terjadi saling prngaruh secara dinamis antara murid dengan
lingkungannya.
6. Belajar harus disertai keinginan dan
kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan
7. Belajar dianggap berhasil apabila
telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari.
B.
CARA MENGATASI
KESULITAN BELAJAR MENGAJAR
Banyak hal yang menjadi faktor yang menyebabkan
manusia sulit dalam belajar. Drs. H. Abu (Ahmadi, 2007:259) mengatakan, “
Banyak hal-hal atau hambatan yang menyebabkannya, tetapi pada pokoknya dapat
digolongkan menjadi dua faktor, yaitu:
1)
Faktor indogin, ialah faktor yang
dating dari diri pelajar atau mahasiswa itu sendiri. Faktor ini meliputi:
Faktor biologis (fakror yang
bersifat jasmaniah).
Faktor psikologis (faktor yang
bersifat rohaniah).
2)
Faktor exogin, ialah faktor yang
dating dari luar pelajar atau mahasiswa. Faktor ini meliputi:
Faktor lingkungan keluarga
Faktor lingkungan sekolah
Faktor lingkungan masyarakat”.
1. Faktor Indogin
a.
Faktor
Biologis
Faktor biologis ialah faktor yang
berhubungan dengan jasmani anak/pelajar atau mahasiswa. Faktor ini misalnya :
1)
Kesehatan
Kesehatan
sangat berpengaruh dalam belajar. Kesehatan yang terganggu oleh berbagai sebab
dapat mengurangi konsenterasi dan semangat dalam belajar. Faktor ini tak dapat
ditolak dalam diri menusia, kadangkala manusia itu sehat dan kadang kala
manusia itu sakit. Apabila kesehatan kita terganggu ada kalanya kita untuk
istirahat sejenak, dan belajar yang ringan-ringan saja. Agar kesehatan pulih
kembali.
Menjaga
kesehatan itu penting. Hidup teratur, polamakan yang sehat, gizi seimbang dan
tempat yang rapi lagi bersih. Dengan demikian dapat mengurangi dampak buruk
terhadap kesehatan kita. Memang kelihatannya kesehatan itu sepele, namun itu
sangatlah penting untuk terus kita jaga.
2)
Cacat Badan
Cacat badan,
sering membuat orang merasa minder, kurang percaya diri. Hal itu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, sering diejek temannya misalnya, atau sering
direndahkan karna dia cacat. Maka dari itu, tidaklah pantas bagi seorang guru
mengatakan seorang anak itu bodoh, atau yang sejenisnya. Hal itu akan
menjadikan anak trauma dan serba salah.
Perlu kita
sadari, bahwa pada dasarnya manusia itu sama. Sama-sama memiliki kekurangan dan
kelebihan. Hanya saja kita kurang memiliki komitmen dalam hidup kita. Pada
akhirnya kita tidak pernah tahu tentang diri kita yang sebenarnya. Kaya dan
miskin, sehat dan sakit, cacat dan sempurna, hanyalah bagian dari ujian kita
sebagai manusia. Jangan pernah hiraukan itu, terus pada komitmen yang
sesungguhnya, dari situ kita akan mampu merangkul dunia.
b.
Faktor
Psikologis
1) Intelegensi
Faktor
intelegensi memang juga dapat menjadi suatu faktor penyebab dalam belajar.
Orang rang memiliki intelegensi yang tinggi biasanya lebih cepat dalam
menangkap suatu ilmu. Begitu pula sebaliknya, orang yang rendah daya
intelegensinya biasanya lambat dalam menangkap suatu ilmu.
Namun, cepat
dan lambat itu hanyalah sebuah proses. Cepat namun tidak tepat apalah artinya.
Hal itu dapat diibaratkan dua buah kendaraan, yang satu berkapasitas 100cc, dan
yang satu 200cc. Namun yang 200cc mesinnya rusak karena tidak pernah terawat,
dan yang 100cc mesinnya selalu bagus karena selalu terawat. Maka yang lebih
cepat sampai adalah yang 100cc, karena tidak pernah macet.
Jadi,
berapapun kapasitas otak kita janganlah dijadikan suatu persoalan yang rumit.
Sesuatu yang terpenting adalah terus giat berlatih. Mengertilah dengan
kemampuan kita masing-masing, walaupun lambat, tetapi juga sama-sama dapat.
Mungkin Tuhan tugaskan yang lain untuk kita.
2) Perhatian
Perhatian
membuat orang merasa dihargai. Perhatian dapat menjadikan seseorang memiliki
semangat yang tinggi, atau bahkan membuat diri merasa hebat dan pada akhirnya
perhatian itu disalah artikan. Kurang adanya perhatian juga juga dapat membuat
seseorang merasa ingin bangkit dan membuktikan kebenaran-kebenaran untuk
membuat semua orang bangga terhadap dirinya, namun bisa juga berakibat fatal
dalam diri seseorang karena tak dianggap, akhirnya semangat manusia menjadi
lemah.
Perhatian
perlu diberikan, namun dengan batas-batas keadilan. Jangan terlalu berlebihan,
kita perlu melihat lebih jauh kapasitas kejiwaan seseorang. Melihat sisi baik
dan buruk sesudahnya.
3) Minat
Minat itu
timbul karena adanya niat. Dengan adanaya niat manusia menumbuhkan semangat
dalam dirinya, bercita-cita, dan berkreasi, berupaya keras untuk menggapai yang
dia ingini.
Kita perlu
membubuhi cinta di dalam hatinya. Dengan cinta, aka nada usaha. Setelah kita
mampu memegang hati seseorang, maka semakin mudah semangat itu berkembang di
dalam dirinya.
Bila
seseorang itu memiliki minat, maka arahkanlah dirinya. Salurkanlah, jangan
sampai minat itu hilang. Hilangnya minat dapat membuat hilangnya sebuah
semangat. Pada akhirnya kekecewaan tumbuh dalam hatinya, dan membuat ia tak mau
lagi berusaha.
4) Bakat
Setiap
manusia memiliki bakat masing-masing yang tidak bisa ditumbuhkan. Tumbuhnya
bakat secara alami, dibawa sejak ia terlahir. Bakat inilah yang menjadi
kelebihan atas diri manusia. Bakat dapat dijadikan suatu petunjuk dalam
melangkah. Hal itu perlu dikembangkan, karena hal itu akan sangat berguna di
hari depan. Sesuatu hal yang terpenting adalah, teruslah berlatih, dengan
berlatih akan menjadi tajam.
5) Emosi
Emosi dapat
menjadi sesuatu yang baik dan kadang bisa membawa keburukan dalam diri manusia.
Emosi yang baik adalah semangat yang terus memacu jiwa seseorang untuk melihat
kedepan dan berfikir positif. Sedang emosi yang buruk adalah yang membuat diri
seseorang untuk tidak mau mengerti orang lain bahkan dirinya sendiri.
Kestabilan
emosi sangatlah perlu dijaga. Menjaga emosi untuk tetap stabil tidaklah mudah.
Perlu adanya kesadaran diri untuk tahu kelemahan dan sesuatu yang memperkuat
emosi. Misalnya, kita marah dalam posisi duduk, kemudian kita berdiri, sambil
menghela nafas. Atau sedikit menjauh dari faktor yang menyebabkan marah.
Nasehat sangat diperlukan dalam diri manusia, nasehat adalah ingatan yang dapan
membuat kita ingat sewaktu marah.
2. Faktor Exogin
a.
Lingkungan
Keluarga
1) Faktor orang
tua, dukungan orang tua sangat diperlukan
oleh anak, yaitu dengan terus memberikan semangat kepadanya. Orang tua adalah
yang terdekat. Kontak batin seseorang terletak pada orang tua, terutama pada
ibunya. Kadang langkah yang baik dan tepat harus terhenti karena orang tua
tidak mengizinkan. Maka sebagai orang tua haruslah mau bersikap deokratis
terhadap anak. Berikan kesempatan buatnya untuk berdikari sesuai dengan
kemampuan yang dia miliki.
2) Faktor
suasana rumah, karena keluarga adalah yang paling sering dijumpai sang
anak, maka suasana keluarga pun menjadikan suatu faktor bagi sang anak dalam
belajar. Suasana rumah yang kacau, ayah dan ibu yang sering rebut misalnya,
dapat mempengaruhi psikolohis anak. Anak menjadi malas belajar, dan pelampiasan
sering dilakukan diluar rumah, seperti tawuran, dan sejenisnya. Suasana rumah dapat menjadikan contoh bagi sang
anak. Untuk itu orang tua perlu menjaga
keharmonisan dalam berumah tangga. Dengan adanya keharmonisan akan membuat anak
merasa nyaman dalam melakukan berbagai tindakan. Namun
terjadinya suatu masalah dirumah juga tak dapat kita pungkiri. Bila itu
terjadi, maka faktor teman menjadi sesuatu yang mendasar bagi anak. Kita perlu
memberikan banyak nasehat padanya. Jangan sampai suatu kejadian membutnya
trauma dan pada akhirnya berputus asa dalam melangkah.
3) Faktor
ekonomi keluarga, Rezeki bukan
manusia yang mengatur. Manusia tidak bisa memaksakan seseorang untuk mampu.
Namun, ekonomi yang pas-pas-an juga bukan suatu penghambat untuk dapat belajar. Sebagai manusia yang telah diberikan kelebihan
dibandingkan yang lain. Perlulah kita untuk membantu mereka yang kurang mampu.
Pemerintah juga perlu mendukung mereka. Berikan perhatian pada mmereka, agar
terus bersemangat. Belajar untuk semua, semua berhak atas ilmu.
b.
Lingkungan
Sekolah
1) Penyajian
materi, Penyajian
materi menjadi faktor dalam kemajuan berfikir siswa. Karena materi yang
disampaikan, menjadi tolak ukur manusia dalam belajar. Maka seorang guru
haruslah seoptimal mungkin dalam penyampaian materi terhadap siswa.
2) Hubungan
guru dengan murid, Seorang guru
haruslah sebisa mungkin menumbuhkan rasa kecintaan siswanya. Jadikan suasana
yang harmonis dalam belajar. Dengan itu ilmu akan lebih mudah diserap oleh
murid-murid kita.
3) Materi, Materi adalah acuan siswa dalam belajar. Maka seorang
guru harus mampu menjelaskan agar siswa dapat mengerti terhadap materi yang
disampaikan.
4)
Sarana dan prasaran, Sarana dan prasarana sangat diperlukan dalam kegiatan
belajar agar terasa nyaman. Suasana yang nyaman dapat membuat kita lebih mudah
dalam berkarya, yakni dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadahi.
Namun, hal itu juga bukan menjadi tolak ukur bagi siswa dalam belajar,
melainkan sebuah tambahan, untuk memacu suatu kegiatan belajar.
5) Suasana
belajar, Seperti yang
telah disebutkan di atas. Suasana yang baik akan menjadikan nyaman dalam
belajar. Jadikanlah tempat belajar senyaman mungkin, dengan itu akan mempermudah
dalam prosesnya.
c.
Lingkungan
masyarakat
1)
Mass-media, Tidak kemungkinan terjadi, mars-media menjadi suatu
faktor belajar. Mars media juga dapat membawa dampak baik dan juga buruk
terhadap perkembangan belajar terutama pendididkan. Dampak buruk, misalnya
dengan adanya penyebaran pornografi, dan sejenisnya akan merusak otak manusia
dan menjadikan tidak baik dalam belajar. Namun, mars-media juga dapat
memberikan dampak yang positif, misalnya dengan adanya berita, para perlajar
akan menambah wawasan ilmu pengetahuannya.
2)
Teman bergaul, Teman bergaul menjadi pengaruh besar terhadap
perkembangan anak. Maka dari itu, pandai-pandailah memilih teman, dan orang tua
sangat perlu mengawasi dan mengarahkan atas perkembangan yang terjadi.
3)
Kegiatan-kegiatan masyarakat, Kegiatan masyarakat kadang kala menjadikan support
bagi anak. Namun, bisa juga membawa dampak buruk bagi sang anak. Misalnya sang
anak yang tidak bisa membagi waktu atau yang tidak bisa dibebani oleh berbagai
beban, maka lebih baik menghindari kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut belum
dilakukan olehnya. Lain halnya dengan orang yang bisa mengatasi berbagai
masalah dan mengatur waktunya dengan baik. Kegiatan itu bisa menjadikan supor
baginya.
4)
Corak kehidupan tetangga, Corak kehidupan tetangga bisa menjadi pendukung
terhadap perkembangan anak. Karena tetangga adalah orang yang dekat yang sering
dijumpai setelah keluarga. Lingkungan yang baik menjadikan dia memacu diri
untuk menjadi tang baik, lingkungan yang buruk dapat membawa seseorang dalam
jurang kenistaan.
C. PELAJARAN DAN WATAK
Belajar
bukan saja soal “Know How”, melainkan juga sikap hidup dan watak. Banyak orang
yang berpembawaan, namun tak pernah mencapai sesuatu, karena mereka enggan
melatih diri dalam sifat-sifat watak yang tertentu. Jika kita hendak belajar,
maka kita memerlukan sifat-sifat watak tertentu.
1.
Kerajinan dan Ketekunan
2.
Kesabaran
3.
Kesetiaan (tidak terburu-buru)
4.
Keberanian (keberanian berpendapat, mengoreksi pendapat
orang lain, menlakukan penyelidikan secara luas dan mendalam.
5.
Kejujuran dan Ketelitian
D. LIMA HUBUNGAN DALAM APLIKASI
PSIKOLOGI SOSIAL DALAM SITUASI BELAJAR MENGAJAR
Ada
lima hubungan dalam aplikasi Psikologi Sosial dalam situasi
belajar mengajar , yaitu :
1. Getzels dan Thelen
Pada
tahun 1960 Getzels dan Thelen menulis tentang aplikasi Psikologi Sosial
terhadap situasi belajar mengajar. Model yang mereka kembangkan berguna dalam
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku belajar di kelas.
Pendekatannya didasarkan pada pengujian tingkah laku individual di dalam
hubungan kelompok. Kelompok kelas ini dilihat. tujuannya, peserta atau
anggotanya, kepemimpinannya, hubungannya terhadap kelompok lain, sebagai satu
cara yang penting untuk menyelidiki bagaimana kelas sebagai suatu kelompok
mempengaruhi tingkah laku anggotanya. Di samping itu cara ini dikembangkan
untuk melukiskan bahwa kelompok kelas merupakan sistem sosial yang terdiri dari
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Getzels
dan Thelen mengajukan model sebagai berikut :
B
= f (R x P)
Keterangan :
B = tingkah laku yang
diamati
R = pengharapan peranan
dalam satu situasi
P = personality
atau kepribadian individu yang dibatasi oleh kebutuhan.
Lembaga
kelompok berfungsi mengembangkan “peranan”, dan “peranan” membatasi tingkah
laku yang diharapkan. Demikianlah, maka peranan guru adalah meyakinkan murid
dalam memperoleh pengetahuan, dan peranan murid adalah menunjukkan bukti
belajar. Kepribadian individu ditunjukkan kepada dimensi pribadi dari sistem
sosial.
Setiap
individu membawa kebutuhan ke dalam situasi yang mempengaruhi tingkah lakunya.
Secara bersama-sama, kebutuhan individu dan pengharapan peranan berinteraksi,
setiap kegiatan merupakan motif untuk tingkah lakunya.
Konsep
yang dikembangkan oleh Getzels dan Thelen ini khususnya berguna di dalam
mengorganisasi pengaruh sosiologis dari tingkah laku individu di dalam suatu
kelompok kelas. Mereka menunjukkan bagaimana kepribadian saling berhubungan
dengan pengaruh lembaga atau institusi. Kuatnya model ini adalah pada dinamika
perubahan sistem sosial yang mempengaruhi tingkah laku dan organisasi dari
banyak faktor yang membantu proses ini. Langkah berikut dari analisa ini adalah
menguji bagaimana ciri-ciri organisasi sekolah mempengaruhi pengharapan
peranan, bagaimana suasana kelompok atau lingkungan mempengaruhi tipe
pengharapan peranan dan kebutuhan individu yang penting bagi pelajar di dalam
menerangkan tingkah laku.
2.
Brookover
Wilbur
Bookover dan Edsel Erickson mengembangkan konsep psikologi sosial formal
tentang belajar yang pertama. Teorinya berdasarkan pada suatu anggapan umum
bahwa banyak dari kegiatan belajar tergantung pada keputusan untuk belajar, dan
ini adalah proses Psikologi Sosial dalam pembuatan keputusan yang membentuk
dasar teori ini.
Ada
3 (tiga) dasar teori :
a. Tingkah laku pengambilan keputusan
yang disengaja adalah fungsi dari hasil pengamatan kegiatan sosial adalah
fungsi dari hasil pengamatan kegiatan sosial.
b. Hasil pengamatan kegiatan sosial
berbeda dari hasil yang diingingkan, sebagai faktor pembuatan keputusan.
Meskipun aspirasi dan rencana dalam waktu yang sama bisa sama untuk seorang
individu, cognisi dan afekssi ini akan menjadi berbeda di dalam isi dan
fungsinya.
c. Jika tingkah laku yang disengaja
adalah fungsi dari aspirasi, aspirasi ini cenderung mempengaruhi seseorang
mengenai harapan yang bisa terjadi untuk masa yang akan datang.
Brookover
dan Erickson tidak percaya bahwa keputusan pelajar secara keseluruhan
menentukan kemampuan akademiknya, tetapi mereka percaya bahwa hadirnya kemauan
atau kehendak pada saat seseorang membuat keputusan berarti membantu penampilan
akademik.
Berdasarkan
pada anggapan bahwa keputusanlah yang memutuskan untuk belajar, Brookover dan
Erickson kembali kepada faktor yang mempengaruhi keputusan pelajar.
Di
dalam menganalisa proses pembuatan keputusan teori ini menitikberatkan pada
interaksi antar pribadi dan persepsi dirinya melalui interaksi. Keputusan
didasarkan pada bagaimana kita melihat respon dan tingkah laku orang lain.
Sebagai individu yang mengamati respon orang lain yang kemudian mempengaruhi
tingkah lakunya, secara berangsur-angsur konsep dirinya berkembang. Konsep diri
ini oleh para pendidik digunakan untuk melukiskan bagaimana dan apa yang
dipikirkan oleh pelajar tentang diri mereka sendiri. Agak disayangkan banyak
pendidik beranggapan bahwa konsep diri ini sebagai kondisi yang statis.
Brookover menyebutnya sebagai satu proses tingkah laku, proses kognitif dimana
seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu.
Brookover
dan Erickson mengidentifikasikan adanya 4 (empat) faktor utama yang
mempengaruhi bagaimana interaksi antar pribadi membentuk konsep diri, dan
akhirnya, proses pembuatan keputusan itu menentukan tingkah laku :
a.
Keperluan peranan untuk diri sendiri.
Dalam
hampir semua situasi kita mengembangkan satu “peranan” untuk melukiskan tingkah
laku lainnya yang diharapkan dari kita.
Peranan
yang kita kembangkan untuk kita sendiri mendasari proses pembuatan keputusan.
b.
Konsep diri tentang kecakapan
Menunjuk
kepada kecakapan seseorang dalam mengamati untuk melakukan peranannya. Bila
seseorang merasa mampu untuk berhasil didalam tugas-tugas yang sesuai dengan
peranannya, kemungkinan memutuskan untuk menyelesaikan tugas itu menjadi
berhasil.
Tetapi
perlu diingat bahwa konsep diri tentang kecakapan ini meskipun tinggi belumlah
merupakan kondisi yang cukup untuk menjamin keberhasilan tingkah laku.
c.
Nilai instrumental diri
Ini
menunjukkan kepada pengamatan seseorang atas perhitungan untung rugi yang
dihubungkan dengan penampilan dan peranannya.
d. Nilai intrinsik dirinya
Kepuasan
dalam satu tingkah laku, tanpa memperhatikan konsekuensi sosial dan ekonomik.
Beberapa
pelajar menempatkan satu nilai yang tinggi pada membaca, di mana yang lain
tidak menempatkan nilai yang tinggi pada membaca.
Secara
singkat model Brookover dan Erickson mengorganisasi kekuatan psikologi sosial
yang mempengaruhi tingkah laku belajar. Tingkah laku tergantung pada proses
cognitif dari pembuatan keputusan. Keputusan ini ditentukan oleh luasnya
lingkungan yang mempengaruhi diri seseorang individu dalam hubungannya dengan
satu peranan.
Faktor
lain juga mempengaruhi cognisi atau pengamatan ini, misalnya nilai internal dan
eksternal tingkah laku tertentu, tuntutan sosial atas peranannya.
Hal
ini merupakan interaksi yang dinamik dari kekuatan internal dan lingkungan yang
masing-masing berhubungan dengan interaksi sosial yang akhirnya menentukan
nilai terakhir dari satu tingkah laku individu. Alternatif dipertimbangkan dan
keputusan dibuat.
3.
Bandura
Karya
yang sagat terkenal dari Bandura menempatkan suatu interpretasi yang lain pada
interaksi seseorang dengan situasi. Bandura menghubungkannya dengan teori
belajar sosial, suatu pendekatan yang melihat tingkah laku sebagai interaksi
timbal balik yang terus menerus antara seseorang dan lingkungan.
Bandura
melihat tingkah laku, faktor seseorang dan lingkungan lebih sebagai “faktor
yang saling isi mengisi”, satu sama lain, daripada bahwa fungsi P dan E sebagai
variabel sebab yang bebas dari tingkah laku. Pengaruh yang relatif dari setiap
faktor bervariasi dalam situasi yang berbeda untuk tingkah laku tertentu, oleh
karena itu dalam beberapa situasi faktor lingkungan lebih mempengaruhi, padahal
dalam situasi lain seseorang mengatur kejadian-kejadian lingkungan.
Demikianlah,
orang dapat “belajar” tingkah laku baru melalui ingatan yang diperoleh dari
mengamati model-model peniruan yang ada. Bandura mengidentifikasikan 4 kategori
pengaruh sebagai faktor yang menentukan hakikat dan akibat dari gejala peniruan
:
1. Kategori yang pertama ini melibatkan
perhatian (attention), bagaimana kuatnya perangsang model itu diamati.
Pengamatan yang selektif dari tingkah laku model tergantung pada faktor-faktor
di mana seseorang berhubungan secara langsung, ketertarikan antar pribadi,
nilai fungsional kondisi insentif dari tingkah laku model, cara pengamatan
tertentu, kemampuan untuk memproses informasi serta kekompakan tingkah laku
model.
2. Kategori yang memusatkan pada
kegiatan ingatan dari tingkah laku yang diamati.
3. Komponen ini memusatkan bagaimana
penyajian secara simbolik itu merubah tingkah laku. Faktor yang penting dalam
proses ini adalah komponen skill.
4. Kategori ini meliputi faktor
motivasi dan penguatan. Orang dipengaruhi oleh tingkah laku yang diamati.
Variable penguatan juga mempengaruhi tingkah laku seseorang.
4.
Rotter
Julian
Rotter (1954) telah mengkombinasikan 2 (dua) kecenderungan di dalam psikologi,
teori hubungan Stimulus – Respon (S – R) dan teori Cognitive atau Field Theory,
untuk mengembangkan suatu teori belajar sosial dan kepribadian yang berbeda
dengan Bandura.
Rotter
berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang menentukan tingkah laku seseorang.
Ia berpendapat bahwa keadaan individu, kebutuhan, dan kebiasaan saling
berinteraksi dengan apa yang individu terima di dalam lingkungan mereka. Ukuran
situasi, dan cara individu menafsirkan mereka, merupakan sesuatu yang penting.
Tidak setiap orang merespon dengan cara yang sama terhadap situasi yang sama.
Ada
3 (tiga) faktor di dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi berbagai pilihan
tingkah laku individu :
a.
Expextancy
b.
einforcement value
c.
Psychological situation
Expextancy adalah kemungkinan yang dilakukan individu yang akan
terjadi dalam suatu penguatan tertentu sebagai fungsi dari tingkah laku dalam
situasi tertentu. Tingkah laku dipengaruhi oleh tingkatan yang diharapkan
seseorang yang akan membawa tingkah laku ke arah tujuan yang akan dicapai. Expectancy
juga adalah suatu kemungkinan yang subyektif yang didasarkan pada pengalaman
keberhasilan dan kegagalan yang lalu.
Reinforcement Value adalah tingkatan dalam menentukan perangsang
yang lebih disukai yang mempengaruhi tingkah laku, dan ini tergantung pada
“kebutuhan” individu, Satu reinforcement akan memiliki nilai yang lebih
besar bila ia memuaskan kebutuhannya, baik yang bersifat phisiologis maupun
psikologis.
Psychological situation menunjuk kepada lingkungan di mana
individu itu membuat keputusan.
Dengan
kata lain tingkah laku seseorang tergantung pada harapan yang diamati di mana
tingkah laku tertemu akan membawa ke satu reinforcement pada suatu nilai
di mana reinforcement memuaskan beberapa kebutuhan. Misalnya: Murid yang
diberi tugas untuk melengkapi soal-soal yang diberikan. Mereka akan mengerjakan
tugas itu dalam berbagai tingkah laku yang berbeda. Jika seseorang merasa tidak
aman dan tidak disenangi di kelas itu maka situasi ini kurang membantu dalam
memuaskan kebutuhannya, sehingga di dalam menyelesaikan tugas ini mungkin akan
memiliki nilai reinforcement yang rendah.
5.
Mischel
Walter
Mischel mengusulkan satu teori belajar sosial cognitive, satu pendekatan unit
dasar studi yang bergeser dari individu ke kegiatan cognitive dan tingkah laku
dalam hubungannya dengan situasi tertentu. Ia memadukan konsep-konsep dari
cognitive dan Psikologi-Sosial ke konsep tingkah laku di dalam hubungannya
dengan interaksi seseorang dengan situasi. Secara lebih khusus ia mengusulkan 5
kategori variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang menerima dan
mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan tingkah
laku :
1. Kemampuan penyusunan : kecakapan
menyusun (menghasilkan) cognisi dan tingkah laku tertentu. Ini berhubungan
dengan : IQ, kompetisi dan kecakapan sosial, intelektual, perkembangan ego,
ketrampilan dan kecakapan sosial intelektual. Ini nampak dalam perbedaan
belajar yang mula-mula yang mempengaruhi kecakapan penerimaan seorang individu
untuk melaksanakan respon yang diperlukan.
2. Menyusun strategi dan membentuk
pribadi : Ini merupakan bagian untuk mengkategorisasikan kejadian-kejadian
serta untuk pernyatan diri. Ini melibatkan jangkauan proses informasi dan
menekankan pentingnya transformasi cognitive pada stimulus, seperti misalnya
perhatian yang selektif, interpretasi dan kategorisasi.
3. Harapan hasil tingkah laku dan hasil
stimulus di dalam situasi tertentu. Harapan seseorang yang bertingkah laku x
kepada hasil y adalah inti pokok teori Mischel.
4. Nilai stimulus yang subyektif :
Motivasi dan timbulnya stimulus, insentif dan keengganan. Hal ini mempengaruhi
tingkah laku melalui nilai yang diterima dari hasil respon yang tidak menentu.
5. Sistem pengaturan diri dan
perencanaan : Aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penampilan
dan organisasi urutan tingkah laku yang kompleks. Sistem pengaturan diri ini
didasarkan pada tujuan akhir, mengadakan urutan atas hal-hal yang disenangi,
konsekuensi dari kemampuan dan kegagalan dalam mencapai tujuan, akan
mempengaruhi keputusan seseorang.
Mischel
mengakui bahwa kategori tersebut terbuka untuk ditambah dan diperbaiki. Setiap
faktor akan berinteraksi dengan situasi untuk mempengaruhi tingkah laku.
Meskipun tidak ada data empirik yang mendukung pandangan teori belajar sosial
cognitive dalam interaksi seseorang dan situasi, Mischel menggambarkan beberapa
implikasi yang menarik dan beralasan yang memiliki relevansi bagi murid dalam
membuat keputusan di sekolah. Berdasarkan pada anggapannya bahwa lingkungan
psikologi mempengaruhi tingkah laku. Akhirnya Michel menekankan perlunya studi
tentang tingkah laku sebagai interaksi individu dengan keadaan di dalam
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Ada 4 sikap mental yang perlu diusahakan oleh setiap
mahasiswa yaitu mahasiswa harus mempunyai tujuan belajar, minat terhadap
pelajaran, kepercayaan terhadap diri sendiri dan keuletan.
2.
Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Disini yang dipentingkan pendidikan
intelektual. Kepada anak-anak diberikan bermacam-macam mata pelajaran untuk
menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.
3.
Factor –faktor yang menyebabkan kesulitan dalam belajar
terdiri dari factor Indogen dan faktoe Exogin. Factor Indogen meliputi : Faktor
biologis (factor yang bersifat jasmaniah) dan factor Psychologis ( factor yang
bersifat rohaniah). Sedangkan factor Exogen meliputi : Faktor lingkungan
keluarga, factor lingkungan sekolah serta factor lingkungan masyarakat.
B.
Saran
Dalam
kesempatan ini, penulis sangat mengharapkan saran, kritik atas kekurangan
maupun kesalahan baik dari segi bahasa maupun pembahasannya. Maka dari itu
penulis mengharapkan sekali kritik dan saran dari teman-teman maupun dan para
pembaca agar dalam penukisan makalah selanjutnya dapat lebih baik.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu
penulisan makalah ini atas saran dan kritiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu, 1991, Teknik Belajar Yang Efektif, Semarang: Rineka Cipta.
Walgito,
Bimo.2002.PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM.Yogyakarta:ANDI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar